Tuesday, January 18, 2011

jalan

suatu hari, seperti hari-hari sebelumnya, saya melewati lorong jalanan menuju kampus dengan tergesa-gesa -seperti biasanya-. dan seperti biasa pula gesekan biola dari seorang kakek renta mengalun bagaikan mengiringi langkah para mahasiswa yang berlalu lalang didepannya, masih seperti biasa -pula- saya hanya melirik karena alasan ketergesaan saya mencari ilmu untuk menggapai mimpi-mimpi saya.

terhenyak saya duduk di kursi yang telah disiapkan teman saya dan duduk bersebelahan dengannya. kuliah pun berakhir. saya (dan teman) melangkah semangat keluar kelas karena cacing-cacing diperut yang sudah tidak bersahabat meminta makan, kita melaju menggunakan angkot gratis -angkot yang biasa mengantar mahasiswa mahasiswa ke fakultas masingmasing tanpa bayaran- lalu melangkah menyusuri lorong jalanan tadi.masih. kakek renta itu memainkan biolanya.sendu. namun kali ini tidak hanya lirikan yang saya berikan pada nya, se-koin lima ratus saya berikan pada kotaknya. dia mengangguk tanda berterima kasih dengan tidak menghentikan permainannya.

teman saya hobi sekali membeli jajanan yang banyak dijajakan penjual di daerah kampus, semua rata-rata berharga seribu.

saya berfikir. uang yang paling sering keluar dari dompet saya, minimal pecahan seribu. hanya untuk memuaskan keinginan diri sendiri. koin lima ratus, nampaknya tidak begitu berarti buat saya, kecuali untuk membayar bus -angkutan yang sering saya gunakan untuk sampai ke kampus dari rumah. ongkosnya 3500-. terhenyak.

arti koin 500 bagi saya mungkin tidak seberarti koin 500 bagi kakek renta itu.

saya ingat, keinginan saya hari itu adalah membeli sebuah ice cream yang banyak diiklankan belakangan ini dengan harga sepuluh ribu dan membeli tas imut di salah satu distro dengan harga yang "seberapa".
mungkin, keinginan kakek renta itu hanya membeli makan siang untuk cucunya dan untuknya atau mungkin hanya ingin membeli sebotol air mineral untuk menghilangkan dahaganya setelah seharian duduk di jalanan.panas. 

kakek itu melipat-lipat kecil uang uang kertas yang dia dapat lalu memasukkannya kedalam kotak -seperti kaleng tabungan- dan memasukkanya lagi dalam tasnya. mungkin kotak itu untuk merealisasikan harapan- harapannya. :-D

:D : bersyukur saya masih diberi kesempatan untuk memiliki bermacam-macam keinginan yang tidak sederhana dan saya masih dapat mengejarnya dan mendapatkannya. karena masih banyak orang yang tidak diberi kesempatan untuk mempunyai keinginan itu walau pun terfikir, dan tidak mampu mengejarnya serta mendapatkannya.

satu sosok lagi yang memberikan pelajaran lain. bapak pengamen idola. entah dengan alasan apapun mengapa dia memilih bernyanyi sambil mengalunkan gitar dengan caranya berpakaian rapi meski kemeja, celana pantalon, dan sepatu  yang bapak itu gunakan sudah lusuh. menjajakan suaranya disetiap rumah makan. sekedar berharap ada beberapa orang yang iba dan memberinya recehan. dibanding bekerja menjadi pelayan kah, pengantar koran kah, berjualan kah. yang penting dia bekerja halal. bapak itu memberikan pelajaran kepada saya.

suatu hari. dengan suaranya yang merdu -paling tidak menurut saya begitu- dia menyanyikan lagu-lagu lawas berbahasa inggris dan dijajakan disalah satu rumah makan dihadapan banyak mahasiswa termasuk saya. saya menikmati nyanyiannya, nampaknya yang lain juga begitu. dengan sopan bapak itu menyodorkan tangannya ke setiap  meja dan melemparkan senyum dengan sopan meminta tanda simbolis keibaan kita, termasuk saya. saya mengeluarkan selembar uang ribuan. bapak itu memasukkan uang yang didapatnya ke dalam tasnya yang sudah usang. dengan senyum merekah, saya lihat ada rona muram diwajahnya. terlintas difikitan saya "mungkin dia lelah dan butuh instirahat".

sore di suatu hari itu, saya berjalan didaerah kampus. bapak itu dengan gitar yang dia selempangkan, menggandeng gadis kecil dengan rambutnya yang diikat, sama-sama masuk stationary . gadis kecil itu merengek-rengek meminta dibelikan tas kecil untuknya, bapak itu dengan tersenyum -tersirat kesedihan diwajahnya- dan berkata " belum ada uangnya neng, nanti ya, besok", lalu gadis itu pun berhenti merengek dan berkata pada abahnya "trus mau beli apa kesini", bapak itu mengambil buku tulis dengan cover yang lucu dan pulpen yang lucu pula, "ini, untuk belajar ya, sama bu guru". mereka berdua tersenyum. hanya saya saja yang diam.

saya dengan mudah merobek-robek kertas dan membeli yang baru, lalu dengan mudah membeli tas yang saya inginkan. gadis kecil itu untuk membeli buku satu dan pulpen satu saja harus merelakan tas yang selama ini diinginkannya tidak terbeli.

pikiran sederhana saya,mungkin bapak itu mengamen untuk makan dia saja atau paling tidak untuk uang rokok dia. namun saya salah, dia hanya ingin cucunya belajar, pintar, mungkin harapannya adalah melihat cucunya sekolah paling tidak lulus SMU dan bekerja menghidupi hidupnya dengan layak. makanya dia rela mengamen dan melakukan pekerjaan lainnya untuk harapannya terhadap cucunya, karena harapannya atas dirinya tidak mampu ia wujudkan untuk bersekolah tinggi, untuk menjadi kakek yang mengantarkan cucunya dengan mobil yang ia kendarai sendiri, untuk menjadi seorang eksekutif yang bekerja didepan layar komputer, karena kemampuannya yang dibatasi.

bapak itu dengan kemeja lusuhnya dan gitar yang ia selempangkan sambil menggandeng tangan gadis manis disebelahnya -cucunya- melangkahkan kakinya dengan banyak cerita-cerita terlontar dari mulutnya verbalisasi dari harapan harapannya pada cucunya menuju mushola kecil berwarna hijau, mengajarkan cucunya agar selalu berdoa dan bersyukur pada Sang Khalik yang memberikan mereka kehidupan dan memohon kehidupan yang lebih baik.

:D : saya. senyum. terenyuh. pelajaran ini mengubah cara pandang dan sikap saya. insyaAlloh.

No comments:

Post a Comment